kelezatan dan cita rasa yang khas dari lammang

JENEPONTO - Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, memiliki makanan khas yang cukup dikenal oleh masyarakat luas, yaitu lammang bambu. Makanan yang satu ini merupakan satu dari sekian banyak penganan tradisional yang mewarnai keanekaragaman penganan khas di Indonesia. Tak heran, bila pelancong yang berkunjung ke daerah yang berjarak kurang lebih 90 kilometer dari Kota Makassar ini, tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencicipi lammang bambu.

Kampung Rukuruku, Kelurahan Palengu, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, merupakan pusat pembuatan lammang bambu. Di sepanjang jalan kampung ini, terlihat jejeran warung-warung kecil yang menjajakan lammang bambu. Rasanya yang khas membuat lammang bambu menjadi incaran penikmat makanan tradisional, sehingga warung-warung yang menjajakan lammang bambu terus ramai disinggahi warga. Di sini, aktifitas transaksi jual beli lammang berlangsung mulai pagi hingga malam hari.

Sohari, salah seorang pembuat lammang bambu yang cukup tenar di Kampung Rukuruku. Ia dibantu suami, anak dan tujuh pekerjanya. Tingginya permintaan lammang bambu, sohari membutuhkan sekurang-kurangnya 300 liter beras ketan, 300 biji kelapa, dan 700 potongan bambu setiap harinya.

Selain beras ketan, kelapa dan bambu, ia juga membutuhkan kayu bakar yang tidak sedikit. Bahkan untuk memenuhi pesanan yang terus meningkat, pembakaran dilakukan hingga 12 kali sehari. Dalam sekali panggang, 65 potongan bambu diletakkan di atas api. Selain melayani pembeli yang singgah di warung miliknya, Sohari juga kerap mendapat pesanan lammang dari Kota Jeneponto, Bantaeng, Takalar, dan Makassar. Saking terkenalnya, Sohari punya langgaran dari luar Pulau Sulawesi seperti Kalimantan dan Jakarta bahkan dari Malaysia dan Singapura.

Bahan untuk membuat lammang bambu sebenarnya mudah didapatkan. Alat pembuatannya juga terbilang sangat sederhana. Namun karena proses pembuatannya yang tergolong unik, menjadikan makanan ini memiliki daya tarik tersendiri bagi penikmat makanan khas. Bahan dan alat pembuatan lammang bambu adalah beras ketan, santan kelapa, garam, daun pisang, sabuk kelapa, bambu, dan kayu bakar. Perbandingan campuran bahan dasarnya, 4 liter beras dicampur 5 liter santan kelapa dan segenggam garam.
Seorang lelaki sedang membuat lammang bambu di Kampung Rukuruku, Kelurahan Palengu, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

gambar Lammang jentak

Lammang Bambu Jeneponto


Untuk membuat lammang bambu, langkah pertama yang dilakukan adalah merendam beras ketan. Semua jenis beras ketan baik beras ketan merah maupun yang putih semua bisa diolah menjadi lammang bambu. Perendaman beras ini dilakukan selama kurang lebih satu jam. Langkah ini bertujuan selain untuk membersihkan beras, juga untuk membuat beras menjadi rapat dan matang secara merata saat dibakar.

Sambil menunggu beras yang sedang direndam, pembuatan santan pun dilakukan. Proses ini dimulai dengan memarut kelapa dengan menggunakan mesin parut atau bisa juga memarut secara manual. Kelapa yang sudah diparut selanjutnya diperas untuk mengambil santannya. Agar santan benar-benar berkualitas, kelapa diperas dua kali saja. Kualitas santan yang digunakan mempengaruhi rasa lammang bambu yang akan dihasilkan. Santan ini dicampur dengan garam dengan perbandingan lima liter santan dicampur dengan segenggam garam.

Beras yang sudah direndam, diangkat dan dimasukkan ke dalam wadah yang juga berfungsi sebagai penyaringan, untuk memisahkan beras dengan air rendaman. Proses berikutnya adalah menyiapkan bambu yang sebelumnya sudah dipotong-potong sesuai ukuran yang dikehendaki. Bambu ini selanjutnya dilapisi daun pisang muda yang digulung dengan teknik khusus.

Berikutnya adalah memasukkan beras ke dalam bambu dan menyisahkan beberapa bagian untuk santan. Santan dituang ke dalam bambu yang berisi beras hingga penuh. Lubang bambu ditutup dengan ampas kelapa agar santan tidak tumpah dan debu atau kotoran tidak masuk saat proses pemanggangan dilakukan. Bambu yang sudah terisi beras, kini siap untuk dibakar selama kurang lebih satu jam.

Selama pembakaran, nyala api harus dijaga agar tetap stabil. Caranya, menggunakan kuas air dengan pegangan yang agak panjang. Bila apinya terlalu besar, maka kuas air ini dikibaskan pada api. Hal ini juga dimaksudkan agar lammang tidak hangus karena bila apinya merata, lammang akan matang dengan rata pula, dan memungkinkan bambu-bambu ini dipakai dua hingga tiga kali pembakaran. Setelah kurang lebih satu jam pemangggangan, bambu diangkat dari pembakaran dan siap untuk dikonsumsi.

Prospek Usaha Lammang Bambu
Prospek usaha pembuatan lammang bambu terbilang menjanjikan. Hal itu disebabkan oleh minat penikmat makanan khas ini yang tidak lekang jaman. Seperti diakui Sohari, pemilik usaha lammang bambu di Kampung Rukuruku, kendati terbilang sederhana, namun permintaan makanan khas daerah Jeneponto dirasakan kian mengalami peningkatan. “Setiap harinya saya butuh tiga ratus liter beras ketan Pak, karena banyak sekali pembeli, kelapa tiga ratus biji juga, kalau kayu bakar satu mobil pick up satu hari,” ujar Sohari.

Lokasi usaha pembuatan lammang yang dikelola Sohari berada di jalan poros Makassar – Jeneponto. Lokasi ini memang strategis karena merupakan akses angkutan antar kabupaten dari dan menuju Kota Makassar. Bicara soal harga, tentu tidak mahal. Namanya saja makanan tradisional. Murah, enak dan mengenyangkan. Begitulah. “Enam ribu satu, Pak,” kata Sohari, “sehari saya dapat pembeli empat sampai lima juta”.

Lammang memang memiliki aroma kelezatan dan cita rasa yang khas. Hal itulah yang membuat makanan tradisional yang turun temurun ini terus diminati konsumsen. Selain rasa yang khas, makanan ini juga bisa memenuhi kebutuhan karbohidrat bagi yang mengkomsinya. Makanan ini paling cocok dimakan bersama telur asin atau ikan asin. Selain untuk dikonsumsi di rumah, lammang bambu juga biasanya menjadi sajian pada ritual adat di Kabupaten Jeneponto. Sumber Redaksi (Chali Mustang)

Tidak ada komentar untuk "kelezatan dan cita rasa yang khas dari lammang"